2.1
pertarungan pertama
Ketika malam hari, kami memulai latihan
digunung, aku masih menggunakan pakai balapku, kami dikawal oleh beberapa
peajurit kerajaan.
Aku melihat Sinta yang duduk dibawah
dipohon hanya memandangku yang sedang latihan, akupun merasa malu, aku
merasakan hawa yang begitu dingin meyapa tubuhku, dan angin berhembus
sepoi-sepoi aku rasakan.
Aku memulai dengan kekutan yang ada
ditangan kiriku ini, waktu dikerajaan aku dijelaskan cara menggunakan kekuatan
yang ada di lengan kiriku ini , aku disuruh membayangkan sebuah kekutan yang
mengalir dalam tubuh dan dikumpulkan di tangan kiriku ini dan lepasakan
kekuatan itu melalui telapak tanganku.
Lalu aku memegang tangan kiriku dengan
tangan kananku, akupun berkonsentrasi mencoba menagalirkan kekeutan yang ada
dalam tubuh menuju tangan kiriku ini.
Lalau aku lepaskan kekuatan itu melalaui
telapak tangan, tapi aku tidak merasakan adanya kekuatan yang lepas dari
telapak tanganku.
Apa aku benar-benar tidak bisa
melakunya, apa ramalan itu salah, kalau ramalan itu benar kenapa aku tidak
bisa.
Setelah aku coba beberapa kalipun juga
tidak bisa, setelah Sinta melihatku yang tidak dapat menggunakan sihir diapun
mendekat kepadaku.
“kamu harus lebih pokus
lagi”
Setelah mendengar ucapanya akupun
mencobanya, saat aku mencoba sekali lagi, aku merasakan kekutan yang cukup besar
mengalir deras di tubuh ini.
Dan aku mempokuskan kekuatan ditelapak
tanganganku aku mulai melihat ada secercah cahaya kecil yang menyelubungi
tangan kiriku.
Setelah aku rasa cukup untuk dilepaskan
kekuatan tadi dan akupun melepasakanya, tapi tetap saja tidak bisa.
Setelah Sinta melihatku yang gagal,
wajahnya terlihat kecewa, sebenarnya aku juga tidak mau jadi orang yang ada di
ramalan.
Aku hanya ingin hidup santai tidak ada
beban dalam hidupku, tapi aku sudah ditakdirkan seperti ini, apa boleh buat.
Kalu aku tidak menjalani tankdir ini,
pelanet Rekto maupun pelanet bumi, keluagaku dan teman-temanku tercinta akan
musnah, aku tidak mau orang yang kusayang mati lagi, jadi aku harus bisa.
Stelah sinta melihat kegalanku yang
berlanjut, lalau dia menyuruhku melatih kekutan yang ada di kakiku, akupun di
suruh berlari sekuta tenaga.
Tapi aku merasa kecepatanku tidak
bertambah, aku mencoba sekali lagi dan aku berlari dan terus berlari hingga
samapai batas staminaku habis.
Aku merasa staminaku habis tekuras, tapi
aku merasakan kecepatanku bertambah, ketika berlari tadi aku membayangkan
ketika aku sedang mengendarai motorku.
Setelah aku berlari tadi, aku sangat
kelelahan, dan aku melihat wajah cantiknya Sinta.
Aku merasa sangat senang sehingga aku
memeluk Sinta yang ada di sampingku tanpa sadar aku lakukan, setelah aku
memeluknya aku melihat wajahnya yang merah ketika menerima pelukanku, akupun
langsung melepasnya dan beralari kedepan dan melompat kecil kegirangan.
“jagan senang dulu, kecepatan kamu itu
masih kurang lagi, dan kamu harus berlatih menghindari serangan”
Dia lansung mengambil pedang dari
perajuritnya, dan lansung berlari kehadapanku, dan ternyata dia sudah ada di
atasku yang sedang memegang pedang dalam posisi menghantam kerahku, apa dia dia
tadi menghilang, bukan tapi dia sangat cepat,
Apa dia marah tentang kejadian tadi,
tapi kenapa dia seakan mau membunuhku, kalau aku mati maka tidak ada yang menyelamatkan
alam semesta ini.
Aku harus bisa menghindarinya, aku tidak
mau mengecewakanya, dan aku juga tidak mau terluka, setealh pedang yang dia
arahkan padaku, akupun bisa menghindarinya.
Aku tau ini adalah latihan untukku , diapun
mulai menyerang lagi, dia mengarahkan ujung pedangnya kepadaku dengan kecepatan
tinggi.
aku harus bisa menhindarinya, aku melihat
ujung pedang yang melewati pipi kiriku.
Dia terus menyerangku tapi aku berusaha
sekuat tenaga menghindarinya, lagi dan lagi dia terus menyerangku, kira-kira 20
menit berlalau.
Setelah itu aku langsung terjatuh, dan
aku merasakan tenagaku yang terkuras habis dan tak mampu berdiri, setelah
melihatku tidak mampu berdiri lagi dia mendekatiku.
“kamu ternyata hebat
juga bisa mengindari serangan, dan kamu ternyata lebih dulu menguasai kecepatan
dari pada kekuatan”
Dengan tersenyum dia ucapkan.
“kalau aku tidak bisa menguasai
kecepatan saat itu, aku pasti akan mati saat kamu pertama menyerangku dari atas
tadi, aku sangat takut tahu!!”
Dengan perasaan sedih aku ucapkan.
Kenapa kamu begitu tega melakukan itu,
aku kaget saat pertama tadi, aku merasakan bahwa badanku akan terbelah dua
kalau aku tidak menghindar dengan cepat, aku sangat takut tahu!!
“kamu juga kenapa pakai acara
peluk-peluk aku, waktu berhasil menambah kecepatan saat pertama kali tadi”
Dengan nada sedikit marah dia ucapakan.
“Kalau itu aku benar-benar minta maaf,
soalnya aku sangat senang aku bisa cepat seperti itu, dan itu mengingatkanku
seakan mengendarai motor”
“aku kira di pelanet ini aku tidak akan
merasakan kecepatan lagi, maafkan aku, tadi aku terlalu bahagia jadi tidak
sadar memeluk tuan putri”
Dengan nada penyesalan ucapkan itu.
Padahal aku juga senang karena aku bisa memeluknya.
“ia ku maafkan, tapi
jika lain kali kamu lakukan itu, aku pasti akan membunuh mu”
Aku tekejut ketika dia mengucapakn itu.
Apa dia serius kalau ingin membunuhku.
“maafkan aku, aku tidak akan melakukanya
lagi”
Dengan nada rendah aku bicara.
“kamu jagan senang dulu dengan kecepatan
itu, kamu harus menguasai sihir yang ada di tangan kiri kamu”
“kalau tidak kamu akan mudah dikalahkan
dengan menghadapi musuh kuat”
Dengan nada seakan mengahawatikanku dia
ucapakan.
“tuan putri menhawatirkanku yah”
Ketika aku mengatakan itu, wajahnya
lansung merah.
“tidak aku tidak menghawatirkanmu”
Dengan mengarahkan pedang kearahku yang
masih ada di gengamanya.
Akupun langsung lari, kenapa aku bisa
mengatakan itu, padahal aku sering gugup ketika berhadapan dengan perempuan
cantik, tapi kenapa aku bisa seprti itu.
Kamipun pulang setelah melakukan
latihan, ketika dijalan kami memakai kuda menuju istana.
Karena aku tidak bisa menunggang kuda,
aku ikut berboncengan dengan prajurit.
“haha ternyata kamu
lucu yah, seorang kesatria yang tidak bisa naik kuda”
Dengan nada seakan memperolok aku dia
ucapkan.
“akukan kesatria yang berbeda dari
orang-prang, jarang-jarang ada kesatria yang tidak bisa naik kuda”
Dengan percaya dirinya aku katakana dan
sambil agak tertawa.
Wow apa aku sekarang jadi seorang yang
percaya diri dihadapan para perempuan, apakah ini diriku yang sebenarnya.
“hahaha kamu ini bisa
aja”
Dengan tertawa kecil dia ucpakan.
Akhirnya aku melihat seorang putri raja
tertawa, akupun tersenyum lebar, dan di melihat kearahku.
“kenapa kamu senyum-senyum, apa ada yang
aneh”
Ketika Sinta mengucapkanya aku lansung
menjawab.
“aku senang aja melihat tuan putri
tertawa seperti itu”
Ketkia aku bicara seperti itu,
wajahnya lansung merah, dia langsung marah dan meniggalkan ku dan
prajurit-prajurit lain.
Sesampai di kerajaan kami disambut,
setelah sampai aku lansung mandi karena aku akan mengahadiri makan malam
bersama keluarga kerajaan.
Setelah selesai madi aku memkai pakaian
keluarga kerajaan yang begitu elegan.
Sesampai di meja makan aku mengambil
tempat duduk, melihat sudah ada keluarga kerajaan yang duduk dengan rapi di
meja makan.
Aku melihat raja yang gagah perkasa dan
ratunya yang begitu cantik duduk bersampingam dihadapanku.
Ada Sinta yang begitu cantik duduk
disamping kanaku, dan Ticka yang begitu manis duduk disamping kiriku.
Mereka berdua menggunakan pakain
kerajaan yang begitu manis dan elegan.
Kami memulai makan malam kami, dan sang
raja melihat kearahku dan bertanya.
“apa latihan kamu berjalan lancar Rafi”
Begitu tegasnya aku mendengar ucapan sang
raja.
“berjalan lancar baginda”
Dengan gugup aku bicara. Karena aku baru
sekarang bicara dengan seorang raja, aku merasa gugup.
“tapi ayah, Rafi masih belum bisa
menguasai kekuatan sihir yang ada ditangannya”
Ketika aku mendengar ucapan Sinta aku
jadi malu.
“itu wajar, karena ini baru permulaan
bagi dia belajar, suatu saat ayah percaya Rafi akan jadi orang yang kuat”
Saat sang raja bekata demikian, aku senang
mendengarnya.
“saya akan berlatih dengan keras lagi
supaya saya bisa melindungi alam semesta ini”
Dengan semangat membara aku katakana,
dan aku melihat raja dan ratunya tersentum ketika aku mengatakan seprti
itu, ketika itu aku melihat Sinta yang
hanya berdiam saja, ada apa dengannya.
“kalau kamu jadi orang yang kuat, tolong
jaga anak kami yah sampai kapanpun”
Aku terkejut mendengar ucapan sang ratu.
Tapi aku tidak paham apa maksunya itu,
yang pasti aku akan menjaga tuan putri, tapi wajah Sinta menjadi sedikit
gelisah ketika ibunya mengatakan itu.
Keesokan harinya ketika matahari tepat
di atas, aku duduk santai menggunakan pakain balapku di dalam ruagan kamar yang
begitu elegan,yang di sediakan kerajaan untuk aku.
Aku melihat kearah luar yang begitu
indah wilayahnya yang masih asri dan
banyak pepohonan, sungguh sangat di sayangkan tempat ini di serang oleh pelanet
Kroto.
Setelah itu aku mendengar suara orang
yang minta tolong, akupun berlari kearah suara itu.
setelah aku mendekati suara itu ternyata
seorang pelayan perempuan minta tolong, setelah aku mendekati pelayan itu
berada di depan kamar tuan putri Sinta.
Ternyata tuan putri Sinta sudah tidak
ada di kamar.
Pelyan pun berkata
“si tuan putri Sinta minta antarkan
makanan kekamar dan setelah kembali kekamar tuan putri Sinta, tuan putri sudah
tidak ada”
Akupun terkejut mebgetahuinya.
Seluruh anggota kerajaan lansung
mengetahiu apa yang terjadi sekarang, aku berlari keruangan tengah kerajaan
untuk menghadap Raja, saat aku berada diruang tengah aku melihat sang raja yang
lagi memerintahkan prajuritnya mencari tuan putri Sinta.
Aku mendekat kepada sang raja yang lagi
memerintahkan prajuritnya, dan sang raja melihat kearahku, dan menyuruhku
keahadapanya.
“anak muda cepat cari anakku dan tolong
dia”
Sang rajapun memerintahkan aku untuk
mencari putrinya.
“siap laksanakan baginda raja”
Aku mengucapkan dengan tegasnya.
“aku akan mengirimkan pengawal kepadamu
yaitu Ticka”
Aku kaget mendengar ucapan sang raja.
Kukira hanya prajurid yang menemaniku, ternyata Ticka.
Apa Ticka bisa beratrung itu yg ada
dalam pikiranku.
“siap baginda raja,
saya akan menyelamatkan tuan putri”
Aku mengucucapkanya dengan tegas. Apa
aku bisa beratrung sekarang, apa kemampuanku sudah cukup, setelah itu aku merasakan
ada yang mendekat kearah kami dan dia berkata.
“apa baginda raja
memangil saya”
Begitu sopanya Ticka mengatakannya. Dia
datang mengunakan armor yang simple, seprti armor yang mirip dengan baju biasa,
dia memiliki pedang di pinggangnya.
Dalam pikiranku, berarti kalo ticka
seperti ini pasti dia sangat hrbat.
“ia kamu saya perintahkan melakukan misi
penyelamatan tuan putri Sinta, bersama Rafi”
Begitu tegasnya sang raja memerintah
kami.
“saip laksanakan”
Ketika Ticka menerima perintah itu dia
mendekat kepadaku dan berkata.
“jangan buat masalah
yah”
Apa maksud perkataanya, kalau aku masih
lemah itu benar tapi jagan seprti itu, aku jadi agak marah.
“aku akan brusaha
sekuat tenaga untuk menyalatkan tuan putri”
Dengan semangat dan agak sedikit marah
dengan kejadian ini, aku ucapkan itu.
“bagus kalau kamu serius”
Begitu dingin dia ucapkan kata-kata itu,
ada apa dengan Ticka, kemarin dia tidak seperti ini.
Setelah di perjalanan ketika kami menuju
tempat Sinta di Sandra.
Aku mengingingat apa yang di katakana
oleh sang raja di kerajaan tadi.
[kamu harus hati-hati, bagai manapun
musuh ini kuat, dia adalah komandan battalion yang menyerang wilayah ini]
[saya akan berhati-hati baginda raja,
saya pasti akan menyalamatkan tuan putri]
[saya percayakan misi penyalamatkan ini
dengan kamu dan Ticka]
[terimakasih baginda raja]
[Sinta sekarang berada di sisa
reruntuhan yang ada di tengah kota, dia disandra di dalam bangunan tua, jadi
kamu harus hati-hati keasana]
Setelah sampai di tempat rerunruntuhan,
aku melihat bagunan tua yang diamaksud sang raja.
Aku dan Ticka siap menyerang bangunan
tua ini, kamipun masuk kedalam, setelah kami masuk, kami tidak melihat
siapa-sipa dalam bangunan.
kami terus berjalan tiba-tiba dalam
sekejab ada yang menyerangku dari atas, ketika orang yang tidakku ketahiu
menyerangku dari atas.
Saat aku melihat keatas aku melihat
sebuah pedang yang mengarah wajahku dengan cepat, tapi aku berhasil
menghindarinya dengan cepat.
Cepat sekali orang itu, aku yakin
kecepatanku sudah bertambah karena hasil latihanku tadi malam dengan Sinta.
Orang yang menyerangku menggunakan
pakaiyan yang aneh, setelah aku berhasil menghindari aku balik menyerang orang
itu dengan tinjuku yang begitu cepat.
Setelah orang itu menyadari pergerakanku
dia menghidar dari tinjuku, dan dia tersnyum pahit saat melihat kecepatanku.
Mungkin tinjjuku tidak kuat, tapi kalau
di iringi dengan kecepat tinngi pasti akan menambah epek yang kuat apabila
tekena.
Saat aku melihat kerah Ticka, dia
tersenyum melihat kecepatanku yang lumayan.
Tapi dia berhenti tersenyum ketika dia
melihat sebuah titk terang yang ada dalam bangunan ini, di melihat Sinta yang
sedang dirantai, diapun langsung berlari menghampiri Sinta yang tidak sadrkan
diri.
Saat aku berlari kearah Sinta, orang
yang menyerangku tadi mengahalangi jalanku, sial kenapa orang ini mengalangiku.
“jangan lari kamu, kalau kamu lari kamu
akan kubunuh, karena kamu berani masuk kesini”
Dengan nada tinggi dia mengatakan.
“siapa kamu sebenarnya, apa mau kamu”
Dengan nada tinggi aku ucapakan.
“namaku adala Barak, aku adalah wakil
komandan dari pasukan pelanet Kroto yang menyerang wilayah ini, dan aku
diperintahkan untuk menjaga wanita yang di ikat itu”
Ternyata orang ini adalah wakil
komandan, pantas saja orang ini begitu kuat.
“kenapa kamu menculik tuan putri”
Dengan marah aku ucapakan.
“aku hanya diperintahkan oleh komandan,
aku tidak tahu kenapa dia ingin menculik tuan putrid”
“jangan becanda kamu, kalau kau berani
menyakiti tuan putri, kamu akan kubunuh”
“hahaha, apa kamu mampu untuk
membunuhku, kamu saja tidak berhasil meninjuku sekalipun”
Apa-apan orang ini. Apa dia begitu kuat
sampai aku tidak dapat mengenai dia dengan tinjuku.
Andai saja aku bisa menggunakan tembakan
sihir aku pasti akan membunuhnya.
Setelah itu dia menyerang ku lagi, kali
ini dia menyerangku dari arah depan dengan mengacungkan pedangnya kepadaku, kali
ini dia lebih cepat dari sebelumnya
Akupun
menghindarinya dengan cepat, tapi aku melihat ujung pedang yang melewati
dan sedikit mengenai pipi kiriku.
Saat aku melihat Ticka yang hendak
melepas ikatan rantai pada tangan Sinta, ternyata ada seseorang yang datang
dari arah atas mengunakan pedang.
Bukan, itu bukan pedang tapi sebuah
Mandau, aku merasakn aura yang sanagt kuat dari Mandau itu yang membutaku
merinding.
Dari mana dia mendapatkannya, apa dia
mendapatkannya dari kampung halamanku yaitu Borneo.
Setelah itu orang yang datang dari atas
itu menyerang Ticka dengan cepat, tpi Ticka mampu menghindarnya, dan Ticka
tercengang melihat orang yang meyerang orang itu.
“siapa kamu”
Dengan nada tinggi Ticka ucapkan.
“namaku adalah Muzai, aku adalah
komandan yang mepemimpin penyerangan wilayah ini”
Dengan nada yang sedikit tinggi Muzai
ucapkan.
“kenapa kamu menculik tuan putri”
Dengan rasa marah yang tergambarkan dari
wajah Ticka mengucapkannya.
“sebenarnya aku menyukai tuan putri yang
cantik ini, tapi aku tidak bisa mendapatkannya, jadi aku menculiknya”
Kurang ajar Muzai itu, berani-beraninya
dia menculik tuan putri.
“kalau kamu sudah berani menculik tuan
putrid, maka kamu akan menerima akibatnya”
Dengan wajah yang menggambarkan kemaran
Ticka ucapkan.
Setelah itu Ticka menyerang Muzai dengan
cepat mengunakan pedangnya menuju arah wajah Muzai, tapi Muzai dengan mudahnya
dia mengindarinya.
Sungguh hebat komandan itu, jika aku
yang diserang Ticka dengan kecepatan seprti itu pasti aku tidak dapat
mengindarinya.
Tenryata Ticka sungguh hebat, pantas
saja baginda rasa mengutus dia bersamaku, dan merekapaun beratarung dengan
sengit, dam dengan kecepatan tiggi.
Setelah itu Ticka menggunakan sihirnya,
setelah aku melihat sihir yang dia keluarkan aku terkejut di buatnya ternyata
bukan kekuatan sihir kerajaan Ragon.
Tapi sihir kerajaan Waro yaitu
mengeluarkan jurus bayang, siapa Ticka sebenarnya.
Sihir banyangan yang dikeluarkan Tickapun
menyerang Muzai dengan secara bersamaan, tapi Muzai dengan mudahnya mengindari
serangan bayangan itu.
Setelah Muzai menhindari kepungan dari
jurus bayangan Ticka, semua bayangan itu hilang.
Cepat sekali Muzai itu melakukan serangn
terhadap jurus bayangan Ticka.
Aku sangat kagum akan pertarungan Muzai
dengan Ticka, dan setelah itu aku mendengar terikan dari Barak.
“sombong sekali kamu tidak memperhatikan
musuhmu saat bertarung”
Setelah Barak mengatakan itu, dia
lansung menyerangku dengan kecepatan tinggi, akupun berusaha mengindar.
Tapi
pundakku kananku terkena pedangnya, rasanya begitu sakit, seakan aku ingin
menagis.
“apa kamu hanya bisa seperti ini saja,
kalau kamu hanya seperti ini terus kamu akan kubunuh”
Dengan tertawa dia ucapkan.
Apakan aku tidak bisa lebih cepat lagi,
kalau aku tidak bisa lebih cepat, aku akan mati disini, dan aku tidak bisa
menyelamatkan tuan putrid.
Lalu aku mengingat moment saat aku di
lintasan balap menggunakan motor dengan kecepatan tinggi.
Setelah aku mengingat moment itu akupun
lansung dengan cepatnya menyerang Barak dengan bahu yang sangat sakit dan penuh
darah.
Setelah aku menyerangnya dengan
kecepatan luar biasa, aku berhasil meninju wajahnya, sehingga dia terpental
jauh menabrak tiang yang dibelakangnya,
aku merasa senang setelah aku bisa meninjunya.
Setelah dia terpental dia bangkit dari
jatuhnya, diapun menjadi marah dan menyerangku dengan cepat menggunakan
pedangnya.
Saat ujung pedang itu mengah ke arahku
dengan cepat, akupun bisa menghindari serangannya, setelah aku menghidarinya, akupun
menyerang balik.
Saat aku menyerang balik, akli ini aku
mengincar perutnya dengan tinjuku, dan mengenainya, aku terus menerus menerus
meninjunya.
Setelah dia terpental lagi diapun
lansung bakit lagi, tapi kali ini dia mengarahkan pedangnya kearahku.
Setelah dia mengarahkan pedangnya
kepadaku, aku melihat secercah cahaya yang keluar dari pedangnya, aku merasakn
bahaya dari cahaya itu.
Aku merasakn kekuatan besar yang ada
pada cahaya itu, lalu dia menebakan kekuatan sihir dari ujung pedang padaku.
Akupun bergegas berusaha untuk
mengindarinya, ketika aku mencoba menghindarinya kaki kiriku terkena.
Aku merasakan kaki kiriku terbakar
dibuatnya, aku merintih kesakitan dibuatnya, aku measa tidak dapat berdiri
dibutanya, lalu Barak perlahan mendekat kepadaku.
Apa aku akan berakhir seperti ini, aku
tidak ingin mati saat seperti ini, sebelum aku mati aku harus bisa menjalin
hubungan dengan Sinta.
Meskipun itu tidak mungkin bagiku ,
karrena dia putri raja, dan saat aku merintih kesakitan.
Aku melihat wajah Sinta dan Ticka seakan
menghawatirkanku, tapi mereka tidak dapat menolongku saat ini.
Karena Sinta sedang terikat, dan Ticka
sedang menghadapi si Muzai berengsek itu.
Saat Barak mendekat kepadaku dengan
wajah yang sangat kejam dan ganas, lalu akau merankak kesakitan menjauh
darinya, tapi dia mendekati kali ini.
“kamu tidak akan menang melawanku”
Muzai mengatakan itu dengan perasan
sangat kesal.
Saat Muzai sudah dekat kepadaku, dia menusukan
pedangya kekaki kiriku, aku merasakan rasa sakit yang sangat luar bisa, dan aku
terus merintih dibuatnya.
Saat aku melihat Ticka yang sedang
bertarung, Ticka brhasil terkena pukulan Muzai yang begitu kuat hinga Ticka
terjatuh.
Setelah Ticka terjatuh, Muzai mendekati Ticka
yang tak berdaya, lalu Muzai mengarakan ujung pedang pada kepala Ticka.
Saat Sinta melihat kami yang dikalahkan,
dia sangat cemas, aku melihat ada setetes air mata yang keluar dari mataya.
Akupun terus merintih kesakitan, apa
kami akan berakhir seperti ini, lalau aku teringat kembali kejadian satu tahun
yang lalu.
Aku mengingat saat teman-temanku mati
dihadapanku, karena kesalahanku sendiri.
Setelah itu aku menggegam pedang dengan
tanganku yang menusuk kaki kiriku, aku menarik keluar pedang yang menusuk di
kaki kiriku.
Mereka yang melihat kejadian ini, mereka
kaget akan tindakanku ini, tpi aku meraskan kesakitan yang sangat luar biasa,
aku terus saja menarik keluar pedang itu.
Dan aku berhasil menariknya keluar, dan
kulempakarkan pedang itu bersama Barak kerah kearah Muzai.
Barak yang kulempakan tadi tepat jatuh
disamping Muzai yang sedang menghunuskan pedangya pada Ticka, lalau aku berdiri
dengan rasa sakit yang luar biasa.
Aku tergopoh-gopoh dibuatnya, mereka
yang melihatku dapat berdiri dengan luka yang kuterima, wajah merek sangat
kaget.
Setelah aku berdiri dengan menahan rasa
sakit dan keseimbanganku, aku memegang tangan kiriku dengan tagan kanan yang
masih berdarah.
Kuarahkan pada Barak dan di dampingnya
Muzai, lalu aku membayangkan kekutan yang sangat dahsyat dalam tubuhku mengalir
menuju telapak tanganku.
Setelah kubayangkan, aku melihat
secercah cahya yng sangat terang dan tembakan kekuatan sihir yang sangat besar.
Akupun mengucapkan dengan kemarahan yang
luar biasa
“aku tidak ingin melihat teman-temanku
mati dihadapanku lagi”
Barak yang jatuhpun berusaha mengindar
tapi dia tidak berahsil mengindari tembakan sihirku tapi Muzai behasil
menhindarinya.
Dan seketika dinding yang di belakang
Barak ikut hancur, tapi kekutan sihirku terus saja menhancurkan dinding bagunan
selanjutya hingga jauh,.
Akupun terjatuh takberdaya karena
kehabisan tenaga yang telah kukeluarkan begitu besar.
Ketika tembakan sihirku mengenai Barak,
sang komandan Muzai, Sinta, Ticka terkejut akan kekutan sihir yang sangat
dahsyat keluar, seketika Muzai memandangku dengan heran.
“siapa kamu sebenarnya”
Muzai bertanya kepadaku karena heran
melihat kekutan sihirku yang sangat dahsyat.
“dia adalah anak yang diramalkan itu,
anak yang akan menghentikankan kalian”
Saat Sinta mengatakan itu. Muzai lansung
terkejut mendengarnya.
“ternyata dia sudah
datang ya”
Dengan nada seakan tertarik denganku dia
ucapkan. Dan setelah dia mengucapkan itu dia lansung menyerangku dengan
kecepatan tinggi.
“akan kubunuh kamu,
anak ramalan”
Saat dia menyerangku dengan kecepatan
tinggi, aku melihat ujung Mandau yang mengarah kepadaku dengan cepat.
Tapi saat mandau itu sangat dekat dengan
wajahku, aku merasakan tembakan sihir yan sanagt kuat mengarah kearah Mandau
itu dan mementalkannya, lalau Muzai lansung mengindar mundur.
Saat aku melihat dari arah datangya
kekuatan sihir itu, ternyata dari Sinta yang sudah terlepas dari ikantan rantai
yang sudah dilepaskan Ticka.
“takan kubiarkan kamu
membunuh anak itu”
Dengan nada yang tinggi Sinta ucapkan.
Aku sangat senang ketika Sinta
menyelamatkanku, tapi kenapa aku yang di selamatkan Sinta, padahal aku kesini
untuk menylamatkan Sinta.
“dari mana kamu mendapatkan Mandau itu”
Dengan penasaran aku mengatakannya pada
Muzai.
“aku mendapatkan Mandau itu dari raja
buaya kerjaan borneo”
Aku sangat terkejut mendengarnya. Kenapa
Mandau raja Borneo bisa ia dapatkan.
Jika dia mendaptakan dengan cara
mengalahkan raja buaya kerajaan gaib borneo itu tidak mungkin, karena raja
buaya kerajaan gaib Borneo sangat kuat.
“bagai mana kamu bisa
mendapakannya dari raja Borneo”
“sebenarnya aku mencuri dan meletkan
yang palsu di kerajaan Borneo”
Pantas saja Mandau yang luar biasa itu
ada padanya.
“kenapa kamu menanyakan
itu, apa kamu tau siapa raja buaya raja Borneo”
Setelah dia mengucapkan itu aku langsun
menjawab.
“aku tidak tahu, karena raja buaya
kerajaan Borneo itu ada di alam gaib”
“tapi karena aku berasal dari wilayah Borneo,
aku mendengar rumor bahwa raja buaya kerajaan borneo itu memiliki Mandau yang
sangat luar biasa kekutanya”
Setelah aku mengatakan itu dia mulai
biacara.
“ternyata kamu dari Borneo palanet Bumi”
Setelah dia bicara. Sinta lansung
menyeran Muzai dengan kekuatan sihir yang sangat kuat.
Sehingga dia menghilang kabur dengan
meninggalkan Mandaunya, setelah Muzai kabur akupun bicara kepada Sinta.
“maafkan aku yang tidak bisa melindungi
tuan putri, tapi malah tuan puri yang menyelamatkanku”
Dengan nada rendah aku ucapkan.
“tidak apa-apa, tapi kamu sudah berusaha
dengan keras”
Aku senang mendengarkan ucapan Sinta
yang begitu enak di dengar.
“maafkan aku Rafi, karena aku tidak bisa
menolongmu saat kamu di tusuk dengan pedang, dan terimakasih sudah menolongku
dari Muzai”
Dengan air mata yang keluar dari mata
Ticka ucapkan sambil memelukku.
Akupun terkejut saat menerima pelukan
dari Ticka yang sedang menagis, aku merasakan perbedaan sipat Ticka saat dalam
perjalann tadi dibandingkan saat ini.
Sembari Ticka yang memeluku, aku
mendengar suara batuk yang seakan menegur kami.
Akupun melihat kearah suara itu,
ternyata suara itu dari wanita cantik yaitu tuan putri Sinta.
Seketika Ticka yang memeluku dengan
wajah yang merah melepaskan pelukannya.
“sakiiiit”
Kertika aku berteriak kesakitan. Karena
kakiku yang tertusuk, mereka malah mentertawakankku.
Kenapa kalian tega sekali padaku, akukan
sudah menyelamatkan kalian, tidak adil, hasil yang kudapatkan setelah aku
menyelamatkan kalian.
“kamu bodoh, kenapa kamu begitu
cerobohnya menarik pedang itu”
Dengan perasaan sedih dan kuatir Sinta
ucapkan.
“Sini aku sembuhkan kaki kamu”
Aku melihat Tika yang mendekatkan
tangannya pada kaki kiriku, dan ada sebuah cahaya biru yang menyelubungi tangannya.
Apakah ini sihir penyembuhan, untung ada
sihir penyembuhan, kalau tidak ada maka kakiku akan susah disembuhkan.
Sangat hangat dan nyaman kurasakan, lukakupun
mulai pulih, dan kakiku mulai tidak meresakan kesakitan lagi, akupun memandang
Ticka dengan tersnyum, lalau dia membalasnya.
“Ticka terima kasih banyak”
Dengan senang aku ucapkan.
“sama-sama”
Seketika kakiku sudah sembuh. Akibat dari sihir penyembuhan Ticka, akupun
bisa berdiri.
Saat aku memandag bangunan yang hancur
akibat tembakan sihir yang aku tembakan. Aku mendengar sura Ticka yang berada
dibelakanku berbicara dengan seseorang.
“tuan putri sudah selamat dan kami akan
pulang”
Saat aku menoleh kebelakang. Aku melihat
Ticka yang memegang sesuatu ditangannya dan diletakan dekat ditelingaya.
Apa itu sebuah handphone. Setelah aku
mendekat denga Ticka. Itu benar-benar sebuah handphone. Kenapa mereka tidak member
tahu aku.
“apa itu handphone”
“ia benar. Ini sebuah handphone”
Kenapa mereka tidak membritahuku kalau
ada handphone di pelanet ini. Akukan bisa membritahukan keluargaku kalau aku
baik-baik saja, pasti mereka menghawatirkankku.
“kenapa, kenapa kalian tidak membritahuku
kalau ada sebuah handphone di pelanet ini. Kalian curang”
Ketika aku mengatakan itu dengan
perasaan sedih. Mereka malah tertawa.
“akukan sudah bilang, tegnologi di
pelanet ini sama denagn Bumi”
Setelah tuan putri Sinta mengatakan itu,
Ticka lalu melanjutkanya.
“kamu juga tidak bertanya kepada kami”
“Kalian emang jahat, apa kalian tidak
menghawatirkan keluarga dan teman-temanku di Bumi,boleh aku pinjam handphone
kamu”
Setelah aku mengatakan itu. Ticka dengan
senag hati meminjamkanya. Setelah aku ingin menelphone keluargaku, tidaaak aku
lupa nomer rumahku dan HP aku sendiri.
“aku lupa denga nomer rumahku”
Dengan nada yang sangat rendah aku
mengucapkanya.
Kerena biasanya kalau aku menelphone
kerumah, aku menggunkan kontak di handphoneku, jadi aku tidak pernah mengingat
nomer telephone rumah, apa lagi aku.
“gimana sih kamu ini, nomer rumah saja
tidak ingat”
Dengan tertawa tuan putri Sinta
mengucapkannya.
Aku tahu ini kesalahanku, jadi tolong jangan
ketawakan aku.
“aku biasanya menelphone kerumah
mengunakan kontak di hanphone saja, jadi aku tingak ingat nomer telephone
rumah” “Tapi meski kamu ingat nomer HP dan nomer telphon rumah, juga gak
bakalan bergunakarena satelit kita berbeda”
Dengan perasaan sedih aku ucapkan. Lalu
aku kembalikan handphone Ticka.
“Tapi meski kamu ingat nomer HP dan
nomer telphon rumah, juga gak bakalan bergunakarena satelit kita berbeda”
Setelah mendengar penjelasan ticka, aku
langsung kecewa.
Setelah itu kami pulang kekerajaan.
Ketika malam hari dikerajaan, aku memikirkan Ticka, siapa sebenarnya Ticka itu.
Posting Komentar
-_-baingat dingsanaklah -_-
diganang selajur admin